Pada postingan kali ini, saya akan menceritakan pengalaman saya mengenai perbedaan di kehidupan kampus. Sejak TK hingga SMA saya bersekolah di sekolah Katolik, dimana teman-teman saya mayoritas beragama Katolik ataupun Kristen. Namun, setelah lulus dari SMA, saya memilih untuk kuliah di universitas negeri, dimana mayoritas teman-teman saya adalah muslim. Awalnya saya merasa takut karena akan menjadi kaum minoritas di kampus. Tapi, ternyata teman-teman yang saya temui di kampus adalah orang-orang yang berpikiran terbuka dan menghargai perbedaan. Saya pun perlahan mulai merasa nyaman dan tidak merasa "berbeda" di kampus ini.
Pengalaman nyata saya mengenai menghargai perbedaan baru saja terjadi beberapa minggu yang lalu. Saat itu, saya berkata ke teman saya yang muslim "besok beli danusanku ya" kemudian teman saya itu menjawab "lhoo, besok aku puasa". Saya pun bingung karena setahu saya puasa hanya dilakukan saat menjelang idul fitri, kemudian teman saya pun menjelaskan bahwa ia berpuasa untuk merayakan tahun baru Islam. Dia pun dengan senang hati menjelaskan puasa agamanya kepada saya. Selain itu, dia juga bertanya mengenai puasa di agama saya. Saya pun menjelaskan puasa di agama saya bagaimana. Saat inilah saya merasa adanya sikap menghargai dan dihargai. Kemudian karena mengetahui keesokan harinya banyak yang berpuasa, saya dan teman-teman pun memutuskan untuk tidak berjualan danusan sebagai bentuk toleransi terhadap teman-teman muslim yang berpuasa.
Sejak menjadi kaum minoritas di suatu lingkungan, saya merasakan pentingnya sikap toleransi. Karena, perbedaan tidak akan menjadi masalah selama kita bisa bertoleransi.